Review Film : Cinta Laki-laki Biasa
Perjalanan Cinta Laki-Laki Biasa sendiri dimulai ketika dua karakter utamanya, Nania (Vexia) dan Rafli (Mahenra), bertemu dalam sebuah proyek pembangunan rumah sederhanan. Nania berada disana untuk melaksanakan tugas kuliahnya sebagai seorang calon arsitek dan, sebagai seorang pimpinan lapangan dalam proyek tersebut, Rafli lantas ditunjuk menjadi mentor bagi Nania. Hubungan keduanya berkembang menjadi hubungan asmara dengan Rafli segera menyatakan keinginannya untuk melamar Nania menjadi isterinya. Nania lantas menerima lamaran Rafli terlepas dari perbedaan fame sosial antara keduanya yang membuat ibu Nania (Ira Wibowo) dan ketiga kakak perempuannya (Dewi Rezer, Fanny Fabriana, Donita) menentang keras hubungan tersebut. Jalinan cinta yang kuat antara keduanya membuat bahtera rumah tangga Nania dan Rafli penuh dengan kebahagiaan. Sayang, sebuah kecelakaan kemudian terjadi dan membuat Nania mengalami amnesia yang merenggut sebagian ingatannya, termasuk ingatan akan cinta dan pernikahannya dengan Rafli. Tidak mudah menyerah, Rafli berusaha sekuat tenaganya untuk membuat Nania mengingat dan merasakan kembali kebahagiaan cinta yang dulu pernah mereka rasakan.
Hal yang menjadi keunggulan utama bagi Cinta Laki-Laki Biasa, jika ingin dibandingkan dengan film-movie bernuansa sejenis, adalah naskah cerita arahan Sudio tidak pernah terasa memaksakan ide cerita yang ingin disampaikannya ke penonton. Tidak ada adegan drama sendu maupun melankolis yang berlebihan. Tidak ada sentuhan reliji yang berkesan harus ada ditampilkan di banyak adegan. Juga tidak ada karakter protagonis maupun antagonis yang tampil dengan motif atau konflik yang dipaksakan keberadaannya. Porsi penceritaan yang tepat dan efektif. Memang, Cinta Laki-Laki Biasa kadang tidak bisa menghindari dirinya dari berbagai klise penceritaan film Indonesia tentang dua karakter yang berasal dari strata masyarakat yang berbeda – Apakah adegan karakter Nania dan Rafli yang menyaksikan masalah yang dihadapi pernikahan kakak-kakaknya benar-benar dibutuhkan? Kisah cinta segitiga yang disajikan dalam film ini juga tidak pernah mampu berkembang dengan baik. Karakter Tyo Handoko (Nino Fernandez) terasa hadir dalam kapasitas yang tanggung. Pada beberapa saat, karakter tersebut terasa coba dibentuk sebagai karakter antagonis dalam hubungan pernikahan karakter Nania dan Rafli. Namun, di saat yang lain, karakter tersebut tidak pernah terasa melakukan apapun selain menjadi plot tool bagi beberapa konflik cerita film.
Sebagai sebuah drama romansa, kedua pemeran utama movie ini berhasil menjalin chemistry yang begitu kuat sekaligus hangat antara satu dengan yang lain. Baik Vexia dan Mahenra mampu menghidupkan karakter yang mereka perankan dengan baik. Hal inilah yang membuat hubungan antara kedua karakter mereka terlihat sangat meyakinkan. Penampilan Nino Fernandez harus diakui seringkali terasa goyah dan datar di banyak bagian. Namun, para pemeran lain, meskipun tidak mendapatkan porsi penceritaan yang lebih luas, juga mampu menambah kesolidan kualitas penampilan departemen akting movie. Wibowo, Rezer, Fabriana dan Donita terlihat begitu bersenang-senang dalam penampilan mereka. Muhadkly Acho dan Dewi Yull juga seringkali mencuri perhatian setiap kali karakter mereka dihadirkan. Juga yang mencuri perhatian adalah aktris cilik Messi Gusti yang beberapa kali diberikan momen-momen emosional dan berhasil mengeksekusinya dengan baik.
0 Response to "Review Film : Cinta Laki-laki Biasa "
Posting Komentar